Satu Tanah Terbit Dua Surat, Tanda Tangan dan Stempel Kades Dipertanyakan, Pemerhati Hukum Desak Aparat Turun


SUARAPERJUANGAN.COM|Pakpak Bharat
- Polemik kepemilikan tanah di Desa Pardomuan, Kecamatan Sitellu Tali Urang Julu, Kabupaten Pakpak Bharat, kian memanas. Dua keluarga, Glomar Berutu dan Horas Hasugian, saling mengklaim lahan yang sama, sementara tanda tangan dan stempel Kepala Desa Pardomuan, Hendri Berutu, pada dua surat berbeda kini jadi sorotan.

Persoalan ini mencuat setelah tim media menelusuri dokumen yang diterbitkan pemerintah desa. Dalam penelusuran itu, kedua surat yang mengatur lahan di kawasan Singapngapen ternyata ditandatangani oleh Hendri Berutu.

Menjawab konfirmasi yang dilayangkan melalui pesan WhatsApp, Kepala Desa Pardomuan, Hendri Berutu, menegaskan pihak desa tidak pernah menerbitkan surat izin menggarap tanah. “Izin pak, desa tidak pernah menerbitkan surat menggarap tanah,” tulis Hendri, Sabtu (13/9/2024).

Ia menjelaskan, untuk penerbitan Surat Keterangan Tanah (SKT) atau surat kepemilikan, harus ada surat alas tanah yang disetujui *Sulang Silima*, saksi batas tanah, dan saksi kepala dusun. “Desa tidak pernah mengeluarkan dua surat pak,” tambahnya.

Namun, saat ditanya bagaimana kronologi hingga muncul dua surat—yakni *Surat Keterangan Pemilik Tanah* dan *Surat Mengolah/Mengusahai Hak Atas Tanah*—Hendri tidak memberikan jawaban.

Pemerhati hukum, Datuk, mendesak aparat penegak hukum segera turun tangan memeriksa keabsahan tanda tangan dan stempel kepala desa tersebut. “Jika terbukti benar, tindakan tegas harus diambil terhadap siapa saja yang terlibat. Tidak boleh ada ampun, hukum harus ditegakkan,” ujarnya.

Menurut Datuk, munculnya dua surat tanah di lokasi yang sama patut dicurigai sebagai praktik mafia tanah. “Mana boleh di satu lokasi terbit dua surat, itu indikasi mafia tanah. Kepala desa seharusnya tidak diam. Jika dikonfirmasi, harus menjelaskan supaya publik tidak bertanya-tanya,” tegasnya.

Berdasarkan dokumen yang ada, Horas Hasugian lebih dulu tercatat sebagai penggarap melalui *Surat Mengolah/Mengusahai Hak Atas Tanah* bertanggal 8 Januari 2025. Dalam surat itu, Horas menyebut telah menggarap lahan sekitar 500 meter persegi sejak 2015, dengan batas-batas yang disahkan oleh tiga saksi dan diketahui Kepala Desa Pardomuan.

Lima bulan kemudian, pada 12 Juni 2025, pemerintah desa menerbitkan *Surat Keterangan Hak Kepemilikan Atas Tanah* untuk Glomar Berutu. Surat bernomor 500.17.4-1/213/1215.04.3002/2025 itu menyatakan Glomar sebagai pemilik sah sebidang tanah seluas sekitar satu hektare di lokasi yang sama, berdasarkan penyerahan hak dari Jamustel Berutu dan Boile Dahke Berutu.

Kedua surat tersebut menunjukkan perbedaan status—penggarap dan pemilik—tetapi sama-sama merujuk pada area di Singapngapen. Publik kini menunggu langkah resmi dari aparat penegak hukum dan pihak desa untuk memastikan keabsahan dokumen-dokumen tersebut serta mencari solusi yang adil agar persoalan ini tidak menimbulkan konflik berkepanjangan.(Tim)

Posting Komentar

0 Komentar