Makam Pendiri Masjid Jaya Ar-Rahman: Warisan Sejarah Langkat yang Terlupakan. Kadisparbud kemana ????


Langkat, Suaraperjuangan.com
- Di tepian Sungai Wampu, berdiri Masjid Jaya Ar-Rahman salah satu bangunan tertua di Kabupaten Langkat yang dibangun sekitar tahun 1775 oleh Syekh Jabbar dan Syekh Baka, ulama perantau yang ikut membentuk peradaban awal di wilayah Bingai. Di sekeliling masjid ini, terdapat makam para pendiri dan tokoh penyebar Islam di Langkat Hulu. Namun, ironisnya, situs sejarah ini dibiarkan terbengkalai tanpa perawatan, ditutupi semak belukar, nisan retak, dan minim papan informasi.


Lebih menyedihkan lagi, pembiaran ini terjadi di tengah sikap pasif dan ketidakpedulian Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Langkat, yang seolah tidak memiliki kepedulian maupun inisiatif untuk menyelamatkan situs bersejarah ini. Padahal, secara hukum dan kebijakan, tanggung jawab pelestarian warisan budaya ini sudah diatur secara jelas.


Sebagaimana tertuang dalam Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Langkat Nomor 2 Tahun 2017 tentang Pelestarian dan Pengembangan Kebudayaan Melayu Langkat, disebutkan bahwa:


“Pemerintah Daerah wajib melindungi, melestarikan, dan mengembangkan seluruh nilai, ekspresi, situs, dan bangunan yang memiliki nilai budaya Melayu Langkat sebagai warisan daerah.”

(Pasal 5 ayat (1)).


Lebih lanjut, pada pasal 10, disebutkan bahwa instansi terkait (dinas pariwisata dan kebudayaan) diberi mandat untuk mengidentifikasi, mendokumentasikan, serta merawat situs-situs sejarah dan budaya Melayu, termasuk makam tokoh-tokoh penyebar Islam. Dengan demikian, jelas bahwa kondisi tidak terawatnya makam para pendiri Masjid Ar-Rahman adalah bentuk nyata dari pelanggaran yang dilakukan kadis pariwisata dan kebudayaan Langkat terhadap amanat Perda tersebut.


Pada 13 Mei 2024, Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Langkat Nomor 4 Tahun 2024 tentang Pemajuan Kebudayaan Daerah disahkan. Perda ini juga menekankan:


Tanggung jawab pemerintah daerah (termasuk Dinas Pariwisata dan Kebudayaan) dalam melindungi, mengembangkan, dan memanfaatkan kebudayaan lokal sebagai urusan wajib.


Adanya ketentuan pelibatan masyarakat, baik adat, institusi keagamaan, maupun lembaga budaya dalam perencanaan dan pelaksanaan pelestarian budaya .


Implementasi lebih lanjut diatur dalam Peraturan Bupati Nomor 34 Tahun 2024, yang menjadi pedoman operasional turunannya.


Dengan hadirnya Perda dan Perbup ini, seharusnya makam pendiri dan bangunan Masjid Jaya Ar‑Rahman tidak hanya menjadi objek administrasi, tetapi prioritas nyata: direvitalisasi, dipelihara, dipromosikan, serta diintegrasikan dalam strategi pariwisata dan edukasi sejarah.


Warisan budaya bukan sekadar simbol masa lalu, tetapi penopang identitas, jati diri, dan kebanggaan kolektif masyarakat. Jika Kadis Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Langkat saja tidak mampu menjalankan amanat Perda yang dibuat oleh pemerintahnya sendiri, maka patut dipertanyakan: apakah jabatan itu masih layak diemban?


Rezeki Arinanda.

Posting Komentar

0 Komentar