MEDAN, SUARAPERJUANGAN.ID -Dugaan penggelapan uang masyarakat mencapai 2,5 miliar yang akan membayar pajak di UPT Samsat Pangururan wilayah kerja Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Sumut masih bergulir di Polda Sumut.
Terakhir, diduga salah satu terperiksa penggelapan Edgar Tambunan alias Acong direalease polisi melarikan diri. 3 orang lain dan Kepala UPT Samsat Pangururan Deni Meliala telah diperiksa. Deni Meliala pun di nonjobkan Kepala Bapenda Sumut Achmad Fadly dari jabatannya.
Menyimak penghasilan Kepala Bapenda Sumut Achmad Fadly memang amat menggiurkan. Sesuai Pergubsu Nomor 3/2021, Intensif Pemungutan Pajak dan Tunjangan Tambahan Pegawai (TTP) yang diatur dalam Pergubsu Nomor 28/2020, seorang pegawai eselon II bisa meraup tambahan 8 kali gaji plus tunjangan. Wow fantastis.
Gaji dan tunjangan besar ditambah berbagai intensif tinggi itu tentunya akan menjadi reward yang sesuai dengan kerja berat yang ditanggung di Bapenda Sumut. Namun jangan salah, jika terjadi kesalahan maka hukuman penerima penghasilan tinggi ini akan dihukum dengan berat.
Kepala Inspektorat Pemprov Sumut Lasro Marbun, Sabtu (15/4/2023) tak menampik tingginya penghasilan pegawai di Bapenda Sumut. Namun dalam penegakan disiplin maka penghasila tinggi akan lebih berat hukumannya jika melakukan kesalahan.
“Jika gaji tinggi maka jika terjadi kesalahan maka hukuman lebih berat,” tegas Lasro Marbun yang pernah menjadi anak buah Ahok di Pemprov DKI Jakarta dulu itu.
Menanggapi Intensif Pemungutan Pajak yang diterima Kepala Bapenda Sumut paling banyak 8 kali lipat gaji dan tunjangan, Lasro Marbun mengilustrasikan, berbanding lurus, secara umum dengan hukum berbanding lurus. Jika diberikan kerhomatan yang tinggi maka kemuliaannya tinggi, kalau bersalah maka hukumannya lebih tinggi.
“Intensif Pemungutan Pajak namanya itu. Berbanding lurus sebenarnya dek, sama. Secara umum teori itu dengan hukum berbanding lurus. Secara hukum juga sama, kalau dia dibikin terhormat secara kenegaraan dan pemerintahan, diberikan penghasilan yang lebih tinggi maka apabila dia mengkoreksi peraturan maka akan diberikan nilai tambah dalam memberikan hukuman,” bebernya.
Sebelumnya Lasro mengaku, akan melakukan evaluasi tingkat kesalahan dan memberikan hukuman bertingkat sesuai dengan pemeriksaan dengan koordinasi Aparat Penegak Hukum (APH) dan melakukan uji petik di UPT Bapenda se Provinsi Sumut.
Dilanjutkannya, manajemen memiliki dimensi diri sendiri dan hirarkis yakni Kepala Seksi ke kepala UPT dan ke Kepala Bapenda. Namun dalam Samsat memiliki unit kerja bersama dengan instansi hingga Kepala Bapenda Sumut tetap bertanggungjawab.
“Menyangkut Kepala Bapenda Sumut tak bertanggungjawab inilah yang sedang dilakukan pemeriksaan. Sekarang, beliau (Kepala Bapenda Sumut,red) telah meminta maaf juga. Ini diluar jangkauan dan pemikiran, katanya,” beber Lasro Marbun.
Dijabarkannya, sampai kemana tingkat kesalahan akan dilakukan dan diputuskan sesuai pemeriksaan atas kontrol dan manajemen yang dilakukan Inspektorat Sumut dengan berkoordinasi semua pihak.
Rumah dan Tanah Senilai 2 Miliar di Tahun 2021
Menilisik Laporan Harta Kekayaan Penyelengara Negara (LHKPN) di elhkpn.kpk.go.id, Achmad Fadly melaporkan kekayaannya saat menjabat Kepala Biro Umum 4 Februari 2021 perode tahun 2020. Hartanya kala ini dengan total Rp. 4.394.886.124,-.
Pada LHKPN yang dilaporkan Achmad Fadly tanggal 19 Januari 2022 periodik tahun 2021, termuat kenaikan total nilai Tanah dan Rumah senilai 2.054.000.000,- atau totalnya senilai 5.235.125.000,- dibanding tahun 2020 yang nilai total Tanah dan Rumah senilai Rp. 3.181.125.000,- . Dalam uraian LHKPN Achmad Fadly periode 2021 itu terlihat penambahan Rumah dan Tanah Tanah dan Bangunan Seluas 855
m2/80 m2 di Kab/ Kota Medan Hasil Sendiri senilai Rp. 2.000.000.000,- ditambah kenaikan nilai Tanah dan Bangunan yang lain.
Dalam Total Harta Achmad Fadly periode tahun 2021 itu naik Rp. 690.531.778 atau 15,71% dengan total harta Rp. 5.085.417.902,- dibanding Total Harta nya di periodik tahun 2022 senilai Rp. 4.394.886.124,-.
Achmad Fadly dilantik Gubernur Sumut Edy Rahmayadi menjadi Kepala Bapenda Sumut (saat itu Kepala Badan Pengelolaan Pajak dan Retribusi/BPPRD) Sumut pada 15 Mei 2021 di Aula Tengku Rizal Nurdin, Rumah Dinas Gubernur Sumatera Utara, Jalan Jenderal Sudirman Nomor 41 Medan.
Dalam pelantikan Kepala BPPRD Sumut kala itu, Gubsu H Edy Rahmayadi menugasinya untuk meningkatkan pendapatan daerah dari sektor perpajakan. "Yang pastinya tentang perpajakan, itu pasti targetnya. “Dia harus sesuai dengan pajak-pajak. Banyak orang yang harus kena pajak. Memang banyak orang yang harus kena pajak. Itu khusus Fadly," jelas H Edy Rahmayadi dalam pelantikan itu.
Achmad Fadly sendiri saat itu mengatakan, harus siap menerima amanah yang dipercayakan pimpinan. Meski bukanlah orang baru di BPPRDSU, namun dia tetap mengharapkan dukungan semua pihak untuk mewujudkan Sumatera Utara yang bermartabat dari sisi pengelolaan pajak dan retribusi daerah.
Apa yang terjadi saat ini, Pimpinan Pemprov Sumut bersama jajaran pengawas ASN lah yang bisa menilai kinerja Kepala Bapenda Sumut yang pada laporan LHKPN tanggal 31 Januari 2023 periodik tahun 2022 memiliki Total Harta senilai Rp. 5.626.453.100,- yang naik dengan total Rp. 541.035.198,- atau naik 10,64% dibanding hartanya tahun 2021 itu.
Pada wartawan, beberapa waktu lalu, Kepala Bapenda Sumut Achmad Fadly mengaku, penambahan tanah dan rumah senilai 2 miliar yang dilaporkannya dalam LHKPN periodik tahun 2021 itu berasal dari penjualan kendaraan bermotornya dan peroleh sendiri.
Penambahan rumah dan tanah tahun 2021 itu juga diakuinya sepetengetahuan Gubsu H Edy Rahmayadi dan tak ada masalah atas penambahan tersebut.
Sebelumnya, diberitakan Lembaga Peduli dan Pemantau Pembangunan (LP3) meminta Ahmad Fadly mundur saja dari Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Sumut akibat skandal dugaan penggelapan 2,5 miliar uang masyarakat untuk membayar pajak di UPT Samsat Pangururan.
“Seharusnya Achmad Fadly menunjukkan moral nya dengan mundur karena tak mampu mengawasi bawahannya yang merugikan masyarakat calon pembayar pajak mencapai 2,5 miliar yang diduga terjadi sejak tahun 2019 lalu,” tegas Pengurus LP3 Hafifuddin, Sabtu (15/4/2023) di Medan.
Hafifuddin menyarankan, seharusnya ada budaya malu dan integritas yang ditunjukkan pejabat pengepul Pendapatan Asli Daerah (PAD) Sumut jika tak mampu mengkordinir bawahannya karena angka Gaji, Tunjangan Penghasilan PNS, Intensif Pemungut Pajak dan pendapatan lainnya seorang Kepala Bapenda Sumut amat besar.
“Ya harus gunakan budaya malu lah. Kalau udah terima penghasilan besar, tanggungjawab harus besar juga. Achmad Fadly selaku pimpinan OPD di urusan pajak dan retribusi di Sumut itu mundurkan saja. Sampaikan baik baik ke Gubsu dan mohon maaf ke masyarakat,” tegas aktivis muda ini.
Dia memperkirakan penghasilan Achmad Fadly dalam jabatannya menjadi Kepala Bapenda Sumut mencapai miliaran rupiah pertahun berdasarkan nili gaji, TPP sesuai Pergubsu Nomor 3/2021, Intensif Pemugutan Pajak dan Tunjangan Tambahan Pegawai yang diatur dalam Pergubsu Nomor 28/2020.
“Penghasilan Achmad Fadly menjabat Kepala Bapenda Sumut diperkirakan miliaran rupiah pertahun, harus sebandinglah dengan tanggungjawabnya. Jangan ongkang-ongkang saja atas kesalahan anak buah. Tanggunjawab dong,” tegasnya.
Pengurus Organisasi Kepemudaan ini menekankan, jika tak ada niat Achmad Fadly mundur dari jabatan Kepala Bapenda Sumut, dimintanya Kepala Inspektorat Sumut melakukan pemeriksaan detail atas skandal UPT Samsat Pangururan dan dilakukan pemeriksaan menyeluruh atas 30 an UPT Bapenda se Sumatera Utara atau minimal melakukan uji petik secara random.
“Kalau tak ada tanda-tanda Achmad Fadly mundur, Inspektorat harus gerak cepat melakukan pemeriksaan. Minimal uji petik. Kita tak mau pola pejabat pejabat yang tahu malu terus memimpin. Tak bisa diharapkan lagi kinerjanya, sementara potensi pendapatan di Sumut seharusnya dikembangkan, bukan malah dibiarkan tergerus,” pungkas Hafifudin.
Tugas Inspektorat Pembantu Khusus Usut Kasus PKB
Kepala Inspektorat Sumut Lasro Marbun dihubungi wartawan, Sabtu (15/4/2023) menginformasikan, telah menugaskan Inspektorat Pembantu Khusus dalam mengusut pelanggaran disiplin pegawai dan kerugian materil dalam kasus di UPT Samsat Pangururan.
“Sekitar dua minggu lalu, kita menugaskan Inspektorat Pembantu Khusus, dilakukan koordinasi dengan APH (Aparat Penegak Hukum,red) maupun Internal Bapenda. Saya pertegas, tentang personil PNS belum ada indikasi ke situ (Penggelapan,red) tapi 2 non PNS terindikasi melakukan penggelapan, yang satu masih menghilang,” tegasnya.
Menanggapi permintaan Pengurus LP3 untuk mundurnya Achmad Fadly dari jabatan Kepala Bapenda Sumut, Lasro Marbun menilai statemen tersebut bentuk kecintaan masyarakat atas instansi di Sumut itu.
“Itu bentuk kecintaan masyarakat kepada instansi. Bangsa ini milik kita bersama, tentunya beliau beliau (LP3,red) tentunya mencintai dan merindukan Sumatera Utara yang maju bersih dari korupsi, berish dari peyimpangan dan berish dari pungutan liar,” katanya.
Dia memaparkan, pengawasan penyelenggara pemerintahan di Sumut sesuatu yang logis dalam alam demokrasi dalam mengawasi penyelenggara yang dibiayai oleh rakyat hingga menunjukkan kecintaan ke Sumatera Utara yang bermartabat agar kedepan masalah-masalah bisa clean dan clear dengan pola cek dan ricek.
Pada kesempatan itu Lasro Marbun pun menyampaikan, Kepala Bapenda Sumut telah datang ke Inspektorat dan meminta maaf terkait skandal penggelapan uang masyaraat oleh pegawai di UPT Samsat Pangururan.
Menonjobkan Kepala UPT Samsat Pangururan
Diberitakan sebelumnya, Kepala Bapenda Sumut Ahmad Fadly, Selasa (12/4/2023) mengaku, baru menonjobkan Kepala UPT Samsat Pangururuan Deni Meliala saja, sementara pegawai lain ET, RP,JM dan BS masih bekerja di Samsat di Pulau Samosir itu.
"Kepala UPT Samsat udah di nonjobkan," katanya, sembari mengatakan 4 pegawaj honor di UPT Pangururan masih dikerjakan di Posko tapi tidak dijabatan sebelumnya.
Ditanya ketegasan menindak pegawainya yang diduga tak berintegritas dan banyaknya korban penggelapan pajak bahan bakar itu, Ahmad Fady mengakui, pelanggaran integritas dan adanya celah di sistem dan kurangnya pengawasan atasan.
Ahmad Fadly dengan ringannya mengatakan, dugaan penggelapan uang masyarakat pembayar pajak kendaraan bermotor itu terjadi sejak tahun 2019.
Polda Sumut telah membentuk tim khusus dalam menangani kasus dugaan penggelapan uang wajib pajak kendaraan bermotor yang melibatkan almarhum Bripka AS, di UPT Samsat Pangururan Samosir.
Namun, setelah dibentuknya tim tersebut seorang yang diduga terlibat langsung dalam kasus ini, Edgar Tambunan alias Acong belum juga diamankan.
Kapolda Sumut, Irjen Pol Panca Putra Simanjuntak menegaskan, selain almarhum Bripka AS, ada 4 orang yang diduga terlibat. Di mana tiga orang telah menjalani pemeriksaan sedang seorang lagi masih belum diketahui keberadaannya.
"Selain Bripka AS ada 4 lagi yang diduga terlibat dari perkara ini yang sama-sama melakukan," kata Kapolda usai gelar kasus ini bersama tim Kompolnas dan keluarga almarhum Bripka AS, Selasa (4/4) malam.
Kata Panca, 1 orang calon tersangka bernama Edgar Tambunan alias Acong yang merupakan pegawai honorer di UPT Samsat Pangururan Samosir, masih dalam pengejaran.
"Bagaimana hubungannya (Acong dengan kasus ini) masih kita dalami. Salah satu calon tersangkanya Edgar Tambunan alias Acong sedang dilakukan pengejaran," katanya.
Dia pun mengimbau agar Acong menyerahkan diri kepada Polda Sumatera Utara. "Saya minta Edgar menyerahkan diri dan menjelaskan bagaimana apa yang dilakukan," ujar dia.
Tim yang sudah dibentuk lanjut dia, terus bekerja dalam mengungkap kasus ini. Dalam waktu dekat, pihaknya akan menetapkan tersangka. Selain melengkapi korban-korban wajib pajak tersebut, tim juga akan melakukan proses selanjutnya khususnya penetapan tersangka yang diduga sebagai pelaku.
Panca menambahkan, Polda Sumut meminta kepada Kepala UPT Samsat Pangururan dan Dispenda untuk bisa mencari solusi bagi para korban wajib pajak kendaraan bermotor.
"Kami mendorong pihak kepala UPT dan Dispenda untuk bisa membantu mengatasi kesulitan dari masyarakat yang uangnya digelapkan oleh para terduga pelaku," kata dia. (SP)
0 Komentar