Medan, Suaraperjuangan.com – Effendi Pohan tak lagi menyandang jabatan sebagai Penjabat (Pj) Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Sumatera Utara. Kini, ia hanya bertugas sebagai Pelaksana Harian (Plh) Sekda berdasarkan Surat Perintah Gubernur Sumatera Utara M. Bobby Afif Nasution Nomor 800.1.1/2418/VI/2025 tertanggal 23 Juni 2025.
Meski tetap menjabat sebagai Asisten Perekonomian dan Pembangunan Sekretariat Daerah, penunjukan Effendi sebagai Plh berarti ia hanya melaksanakan tugas administratif harian Sekda tanpa kewenangan penuh maupun hak atas fasilitas jabatan Sekda.
Dalam praktiknya, pejabat dengan status Plh tidak berhak menerima tunjangan maupun menggunakan fasilitas seperti rumah dinas dan kendaraan dinas yang melekat pada jabatan Sekda. Namun, muncul dugaan bahwa Effendi Pohan masih menggunakan fasilitas tersebut.
Salah satunya, mobil dinas Toyota Prado berpelat putih BK 1976 J yang diketahui merupakan kendaraan Sekda, terlihat terparkir di halaman Kantor Gubernur. Aktivitas juga masih tampak di rumah dinas Sekda di Jalan Mongonsidi, yang diduga masih ditempati oleh Effendi Pohan dan keluarganya.
Hingga saat ini, Pemerintah Provinsi Sumatera Utara belum memberikan klarifikasi resmi atas dugaan penggunaan fasilitas tersebut. Effendi Pohan pun belum merespons saat dikonfirmasi wartawan.
Sorotan tajam juga datang dari Direktur Barisan Rakyat Pemerhati Korupsi (BARAPAKSI), Otti Batubara. Ia menilai Effendi seharusnya menunjukkan sikap legawa dan memberi contoh yang baik sebagai senior di jajaran birokrasi Pemprov Sumut.
“Dia tidak lagi menjabat sebagai Pj Sekda, tapi hanya Plh. Maka sebaiknya tidak menggunakan fasilitas yang bukan haknya. Ini soal etika birokrasi. Seorang pamong praja senior seharusnya jadi panutan bagi yang lebih muda,” kata Otti.
Sebagai informasi, Surat Perintah Plh bersifat sementara dan sewaktu-waktu dapat dialihkan ke pejabat tinggi pratama lain oleh Gubernur. Penunjukan Plh biasanya dilakukan untuk menjaga kelangsungan administrasi saat pejabat definitif berhalangan atau belum ditunjuk.
Perubahan status Effendi Pohan ini turut menimbulkan pertanyaan soal siapa calon kuat pengganti Sekda definitif Pemprov Sumut, sekaligus membuka ruang diskusi soal etika penggunaan fasilitas negara di kalangan pejabat pemerintahan.(red)
0 Komentar