MEDAN,SUARAPERJUANGAN.ID -Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara kembali menghentikan penuntutan perkara tindak pidana dengan pendekatan keadilan restoratif setelah sebelumnya diekspose secara daring dihadapan Jaksa Agung Muda Pidana Umum (JAM Pidum) Kejaksaan Agung RI Dr. Fadil Zumhana, Rabu (22/2/2023).
Ekspose perkara dari Kejari Batubara dan Kejari Tebing Tinggi disampaikan oleh Kajati Sumut Idianto, SH,MH yang diwakili Wakajati Sumut Asnawi,SH,MH, Aspidum Luhur Istighfar, SH,M.Hum, Koordinator Bidang Pidum Gunawan Wisnu Murdiyanto, SH,MH dan para Kasi. Kegiatan ekspose juga diikuti Kajari Batubara Amru E Siregar,SH,MH dan Kajari Tebing Tinggi Sundoro Adi,SH,MH serta Kasi Pidum dan Jaksa Penuntut Umum.
Seperti disampaikan Kasi Penkum Kejati Sumut Yos A Tarigan, SH,MH perkara yang dihentikan penuntutannya adalah perkara dari Kejari Batubara dan Kejari Tebing Tinggi.
"Perkara pertama atas nama Irfin Siregar yang membeli HP dari saksi M Purnama (berkas terpisah)Rp150.000. Irfin Siregar tidak mengetahui kalau HP yang ditawarkan adalah HP curian milik Paridawati. Irfin Siregar membeli HP tersebut berniat untuk membantu orang tuanya berjualan," kata Yos A Tarigan.
Kemudian, JPU memfasilitasi perdamaian antara Irfin Siregar dengan Paridawati. Antara tersangka dan korban sudah sepakat berdamai dan tidak melanjutkan perkaranya ke persidangan.
"Dalam perkara ini, Irfin Siregar dijerat dengan Pasal 480 ke-1 KUHPidana 'Karena sebagai sengkongkol, barangsiapa yang membeli, menyewa, menerima tukar, menerima gadai, menerima sebagai hadiah, atau karena hendak mendapat untung, menjual, menukarkan, menggadaikan, membawa, menyimpan atau menyembunyikan sesuatu barang, yang diketahuinya atau yang patut disangkanya diperoleh karena kejahatan',"
Perkara lainnya adalah perkara tindak pidana kekerasan terhadap anak dengan tersangka Adenan Siregar dan Dedy Saputra Siregar yang dijerat dengan Pasal 80 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Perppu Nomor 01 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menjadi Undang-Undang.
"Dua perkara dengan tiga tersangka ini akhirnya dihentikan dengan pendekatan keadilan restoratif, dimana proses perdamaian antara tersangka dan korban disaksikan oleh penyidik, kepling, keluarga dan tokoh masyarakat. Antara tersangka dan korban sudah saling memaafkan dan memulihkan keadaan ke keadaan semula," papar Yos A Tarigan.
Adapun alasan dilakukannya penghentian penuntutan dengan pendekatan keadilan restoratif ini adalah Peraturan Jaksa Agung/Kejaksaan No.15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif (Restorative Justice).
"Dimana, para Tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana, tindak pidana hanya diancam dengan pidana denda atau diancam dengan pidana penjara tidak lebih dari 5 tahun dan tindak pidana dilakukan dengan nilai barang bukti atau nilai kerugian yang ditimbulkan akibat tindak pidana tidak lebih dari Rp 2.500.000," tandasnya.
Lebih lanjut mantan Kasi Pidsus Kejari Deli Serdang ini menambahkan bahwa antara tersangka dan korban telah ada pemulihan kepada keadaan semula yang dilakukan melalui kesepakatan perdamaian dan didasari dengan itikad baik, kerelaan, dan kesadaran dari masing-masing pihak.(SP)
0 Komentar